Mungkin tidak ada tokoh Muslim yang lebih dihormati di dunia Barat
selain daripada sosok Saladin (Shalahuddin Al-Ayyubi), seorang pemimpin
besar Arab, pendiri dinasti Ayyubiah di abad-XII. Tahukah anda siapakah
Saladin? Amat disayangkan banyak Mukmin di Indonesia ini yang tidak tahu
menahu siapa beliau ini. Jika anda ingin tahu mengapa figur seorang
Muslim Saladin ini bisa begitu dihormati di dunia Barat, silakan simak
rekam sejarah berikut ini.
Nama aslinya adalah Yusuf, seorang
etnis Kurdi, dilahirkan di kota Tikrit, Irak, pada tahun 1137. Karier
militernya dimulai ketika Sultan Nuruddin, penguasa kesultanan Damaskus,
menugaskannya dalam sebuah ekspedisi militer untuk menaklukkan Mesir
yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Fatimiyah. Pada saat itu Yusuf
hanyalah seorang pemuda yang tidak berpengalaman. Maka dari itu, ketika
Mesir takluk pada tahun 1169, Nuruddin mengangkat Yusuf menjadi seorang
wazir (setara gubernur) di ibukota Mesir, Kairo.
Mengapa justru
Yusuf muda yang tidak berpengalaman ini diangkat menjadi seorang wazir,
dengan mengabaikan panglima-panglima militer lainnya yang lebih
berpengalaman? Rupanya Nuruddin memiliki pandangan politis tersendiri,
bahwa dengan ditempatkannya Yusuf yang ‘penakut dan lugu’ sebagai wazir
di Mesir, akan meminimalisir ancaman pemberontakan di suatu hari
terhadap sang Sultan dari Damaskus tersebut.
Namun fakta berkata
lain. Di bawah kepemimpinan Yusuf yang akhirnya bergelar “Saladin“
yang artinya “Kebaikan Agamaâ€, Kairo menjelma menjadi kota yang maju
dan berperadaban tinggi dengan dibangun banyak madrasah, rumah sakit,
dan pelayanan-pelayanan publik lainnya. Saladin menjadi semakin disegani
setelah di luar dugaan ia berhasil memimpin pasukan Mesirnya bertahan
dalam menghadapi serangan Pasukan Salib yang dipimpin raja Amalric I
dari Kerajaan Latin Yerusalem.
Sultan Nuruddin di Damaskus,
Syria, mengkhawatirkan reputasi Saladin yang terus menanjak dan tentu
saja bisa menjadi ancaman di masa depan. Maka ia memutuskan untuk
menunjuk seorang pengganti bagi Saladin di Kairo, dan memerintahkan
Saladin untuk kembali ke Damaskus untuk menjadi abdi bagi sang sultan.
Saladin tahu bahwa ini adalah siasat politik Nuruddin untuk melucuti
kekuatannya. Serta merta Saladin menolak titah sultan, dan memutuskan
untuk bertahan di Kairo, Mesir.
Nuruddin, tentu saja, sangat
marah mendengar pembangkangan Saladin. Ia memutuskan untuk mengirim
puluhan ribu pasukan untuk menghukum sang pembangkang. Saladin hanya
bisa pasrah mendengar berita kedatangan puluhan ribu pasukan Damaskus
yang hampir mustahil untuk dilawan. Namun di tengah perjalanan, Nuruddin
jatuh sakit dan meninggal dunia. Saladin setengah tidak percaya
mendengar kabar mengejutkan itu. Pada saat itu juga ia meyakini bahwa
Allah sebenarnya sedang mempersiapkan dirinya untuk menjadi pemimpin
besar di dunia Islam.
Saladin segera mengarahkan perhatiannya ke
kota suci Yerusalem, yang telah dikuasai oleh Pasukan Salib dari Eropa
selama kurang lebih 70 tahun. Namun sebelumnya, Saladin melakukan
ekspedisi militer untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan Arab di sekitarnya
agar dapat dipersatukan, termasuk menaklukkan ibukota Damaskus. Dalam
waktu yang relatif singkat, Saladin telah menjadi orang terkuat di dunia
Arab pada waktu itu. Tampaknya serangan kepada Kerajaan Latin Yerusalem
tinggal menunggu waktu saja.
Pada saat itu Kerajaan Latin
Yerusalem dipimpin oleh Raja Baldwin IV yang dikenal dengan sebutan Raja
Lepra, dikarenakan sang raja memang menderita penyakit lepra yang
mengharuskannya memakai topeng untuk menyembunyikan wajahnya yang rusak.
Melihat ancaman serius dari kekuatan Saladin, maka Baldwin IV
memutuskan untuk melakukan perjanjian damai dengan Damaskus. Saladin
sebagai seorang Muslim yang berpegang pada ajaran Islam yang Â
mendahulukan perdamaian daripada berperang, mau tidak mau setuju untuk
menyepakati perdamaian tersebut.
Pada tahun 1181, perjanjian
damai tersebut dibatalkan. Penyebabnya adalah pemimpin Ksatria Templar
(pasukan elit Yerusalem) yang bernama Reynald de Chatillon menyerang
iring-iringan rombongan haji yang menuju ke Mekkah. Tidak puas membantai
para peziarah haji tersebut, bahkan Reynald memutuskan untuk menyerang
kota Madinah dengan berkoar-koar akan menggali makam Nabi Muhammad.
Serangan pasukan Reynald tersebut dapat dibendung dalam pertempuran di
Laut Merah. Kota Mekkah dan Madinah selamat dari serangan Pasukan Salib.
Pada
tahun 1186, Reynald de Chatillon sekali lagi membuat ulah dengan
menyerang kembali para peziarah haji, dan kali ini bahkan ia menawan
adik perempuan Saladin, yang kebetulan berada dalam rombongan, dan
membunuhnya. Saladin benar-benar marah dengan ulah Reynald ini, dan ia
bertekad akan membunuh Reynald dengan tangannya sendiri. Segera saja
Saladin menyerukan Jihad besar di seluruh dunia Arab untuk memerangi
Pasukan Salib dan merebut kembali kota suci Yerusalem. Puluhan ribu
pasukan Arab dimobilisasi untuk berbaris menuju Yerusalem.
Pada
bulan Juli 1187, dua pasukan besar antara Pasukan Salib dan Pasukan Arab
bertemu di sebuah lembah tandus yang dinamakan Tanduk Hittin. Pasukan
Salib dipimpin Raja Guy de Lusignan yang menggantikan Baldwin IV yang
telah meninggal dunia. Sementara Pasukan Arab dipimpin sendiri oleh
Saladin. Kedua kekuatan berimbang jumlahnya. Namun Saladin sebelumnya
berhasil menguasai mata air di lembah itu. Di lain pihak, Pasukan Salib
telah berhari-hari menelusuri padang pasir yang panas dengan persediaan
air yang sedikit. Selain itu baju besi ala Eropa tentu saja membuat
tubuh mereka seperti dipanggang hidup-hidup. Tidak heran banyak tentara
Salib yang tewas dalam perjalanan. Keuntungan ini dimanfaatkan betul
oleh Pasukan Arab. Dengan kemahiran pemanah-pemanah berkudanya yang
berbaju besi ringan, tidak sulit kiranya Pasukan Arab melakukan
pembantaian massal terhadap Pasukan Salib di lembah Tanduk Hittin
tersebut. Pasukan Salib kalah telak dalam pertempuran di Tanduk Hittin
tersebut. Saladin memperlakukan Raja Guy de Lusignan dengan penuh
hormat, dan memberikannya segelas air untuk diminum. Sebaliknya, Saladin
tidak memberikan ampunan kepada Reynald de Chatillon, dan memenuhi
sumpahnya untuk membunuh sang panglima Ksatria Templar tersebut dengan
tebasan di leher.
Pada bulan Oktober 1187, pasukan Arab tiba di
kota suci Yerusalem. Pasukan Salib yang tersisa tinggal sedikit sekali.
Balian de Ibelin memimpin penduduk Yerusalem untuk menghadapi pasukan
Saladin. Namun hanya dalam waktu lima hari, kota suci Yerusalem jatuh ke
tangan pasukan Arab. Bertindak sebaliknya dari perlakuan Pasukan Salib
yang membantai seluruh penduduk Yerusalem, Muslim dan Yahudi, pada tahun
1099 lalu, kali ini Saladin justru membiarkan penduduk Kristen Eropa di
Yerusalem tetap hidup, sambil memungut pajak dari mereka. Agaknya
Saladin memahami betul ajaran memaafkan dan kasih sayang dalam Islam.
Ujian
terberat bagi Saladin adalah mempertahankan kota suci Yerusalem dari
serangan Raja Richard I – “Si Hati Singa” dari Inggris, yang bersekutu
dengan Raja Phillip Augustus dari Perancis. Pasukan Saladin mengalami
beberapa kekalahan dari pasukan Richard yang sangat tersohor
keberaniannya tersebut. Namun Richard sendiri juga mengalami kesulitan
untuk mendekati wilayah Yerusalem. Pertempuran yang berlarut-larut
tersebut justru melahirkan perpecahan internal antara Richard dan
Phillip. Pada akhirnya Phillip memutuskan kembali ke Eropa, dan mulai
mencaplok wilayah Richard di Inggris. Mendengar kabar tersebut, Richard
mengalami depresi dan jatuh sakit.
Saladin membuktikan dirinya
sebagai ksatria terhormat dengan mengirimkan dokter dan aneka
buah-buahan segar kepada Richard yang tergolek di pembaringannya. Saat
itu juga Richard mengagumi sifat ksatria Saladin. Apalagi dalam suatu
pertempuran sebelumnya, Saladin juga pernah mengirimkan kudanya kepada
Richard, tatkala sang raja Inggris tersebut harus bertempur tanpa kuda,
diakibatkan kudanya tewas terpanah.
Sesungguhnya kedua raja besar
ini saling mengagumi satu sama lain. Saladin mengagumi keberanian
Richard yang selalu bertempur di barisan terdepan. Tidak salah jika ia
dijuluki “ Richard si Hati Singa.†Saladin mengakui bahwa ia tidak
pernah menemui seorang pejuang yang seberani dan senekad Richard.
Sebaliknya, Richard sangat mengagumi kebijaksanaan dan sifat ksatria
Saladin yang sangat menghormati musuh-musuhnya.
Pada akhirnya,
keduanya memutuskan untuk menandatangani perjanjian damai Muslim-Kristen
di kota Ramallah pada tahun 1192, yang isinya adalah kota Yerusalem
tetap berada di bawah kekuasaan Muslim, namun terbuka bagi para peziarah
Kristen. Kota suci Yerusalem selama berabad-abad setelahnya berada di
bawah kekuasaan Muslim, hingga Zionis Israel merebutnya pada tahun 1148.
Saladin
sangat dikenal sebagai pejuang Muslim yang saleh, ksatria, dan senang
berderma. Hidupnya dipersembahkan untuk berjuang di jalan Islam dan
menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Ketika Saladin meninggal dunia
pada tahun 1193, para pelayannya bahkan menemukan bahwa harta bendanya
tidak cukup untuk membiayai upacara pemakamannya sendiri.
Anda
dapat mengenal sosok Saladin yang luar biasa ini dengan menonton film
produksi Hollywood yang berjudul “Kingdom of Heavenâ€, yang
disutradarai Ridley Scott dan dibintangi oleh Orlando Bloom sebagai
Balian de Ibelin dan Ghassan Massoud yang memerankan tokoh Saladin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar