Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Wong Fei Hung (Faisal Hussein Wong) ternyata muslim ia adalah ulama yang jago kungfu dan juga seorang tabib.
Selama
ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film
Once Upon A Time in China. Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung
diperankan oleh aktor terkenal Hongkong, Jet Li (dan sekarang film
serinya dapat disaksikan di Indosiar).
Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung?
Wong
Fei Hung adalah seorang Ulama, ahli Pengobatan, dan ahli beladiri
legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh
pemerintah China. Namun pemerintah China sering berupaya mengaburkan
jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga supremasi
kekuasaan Komunis di China.
Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun
1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim yang taat. Nama Fei
pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk menyebut nama Arab,
Fais. Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut
nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-arab-kan, namanya ialah Faisal
Hussein Wong.
Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama, dan
tabib ahli ilmu pengobatan tradisional, serta ahli beladiri tradisional
Tiongkok (wushu/kungfu). Ayahnya memiliki sebuah klinik pengobatan
bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong). Wong Kay-Ying merupakan
seorang ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi. Ketinggian ilmu
beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari
Sepuluh Macan Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari
diwariskannya kepada Wong Fei Hung.
Kombinasi antara pengetahuan
ilmu pengobatan tradisional dan teknik beladiri serta ditunjang oleh
keluhuran budi pekerti sebagai Muslim membuat keluarga Wong sering turun
tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada masa itu. Karena
itulah masyarakat Kwantung sangat menghormati dan mengidolakan Keluarga
Wong.
Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan
umumnya berasal dari kalangan miskin yang tidak mampu membayar biaya
pengobatan. Walau begitu, Keluarga Wong tetap membantu setiap pasien
yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pernah pandang
bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku, ras, agama, semua dibantu
tanpa pamrih.
Secara rahasia, keluarga Wong terlibat aktif dalam
gerakan bawah tanah melawan pemerintahan Dinasti Ch’in yang korup dan
penindas. Dinasti Ch’in ialah Dinasti yang merubuhkan kekuasaan Dinasti
Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal sebagai
satu-satunya Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang
memeluk agama Islam.
Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat
beladirinya sejak berguru kepada Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi
guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah yang kemudian mengajarinya dasar-dasar
jurus Hung Gar yang membuat Fei Hung sukses melahirkan Jurus Tendangan
Tanpa Bayangan yang legendaris. Dasar-dasar jurus Hung Gar ditemukan,
dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan
Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang lolos
dari peristiwa pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti
Ch’in pada 1734.
Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan
bersejarah yang hampir mengalahkan dinasti penjajah Ch’in yang datang
dari Manchuria (sekarang kita mengenalnya sebagai Korea). Jika saja
pemerintah Ch’in tidak meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa
asing (Rusia, Inggris, Jepang), pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun
itu niscaya akan berhasil mengusir pendudukan Dinasti Ch’in.
Setelah
berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya
sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli
pengobatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berhasil mengembangkannya
menjadi lebih maju. Kemampuan beladirinya semakin sulit ditandingi
ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat taktis namun efisien
yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus Sembilan Pukulan Khusus.
Selain dengan tangan kosong, Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan
bermacam-macam senjata. Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung
dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana ia seorang diri dengan hanya
memegang tongkat berhasil menghajar lebih dari 30 orang jagoan
pelabuhan berbadan kekar dan kejam di Canton yang mengeroyoknya karena
ia membela rakyat miskin yang akan mereka peras.
Dalam kehidupan
keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang
anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton.
Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena istri-istrinya meninggal dalam
usia pendek. Setelah istri ketiganya wafat, Wong Fei-Hung memutuskan
untuk hidup sendiri sampai kemudian ia bertemu dengan Mok Gwai Lan,
seorang perempuan muda yang kebetulan juga ahli beladiri. Mok Gwai Lan
ini kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Mok Gwai Lan
turut mengajar beladiri pada kelas khusus perempuan di perguruan
suaminya.
Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun.
Masyarakat Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai
pahlawan pembela kaum mustad’afin (tertindas) yang tidak pernah gentar
membela kehormatan mereka.
Siapapun dan berapapun jumlah orang
yang menindas orang miskin, akan dilawannya dengan segenap kekuatan dan
keberanian yang dimilikinya.
Wong Fei-Hung wafat dengan
meninggalkan nama harum yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang
hidup mulia, salah satu pilihan hidup yang diberikan Allah kepada
seorang muslim selain mati Syahid.
Semoga segala amal ibadahnya
diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan semoga segala kebaikannya
menjadi teladan bagi kita, generasi muslim yang hidup setelahnya. ..
Aamiin ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar